Sabtu, 08 Januari 2011

BIANCA


BIANCA

Seperti yang kita ketahui Vava tidak mempunyai seorang adik, tapi sebenarnya dia mempunyai adik, yah walaupun hanya adik bohong-bohongan, tapi Vava sayang sekali kepadanya.
Sewaktu Vava masih SD dan berdomisili didaerah Bandung, dia punya seorang adik kelas yang baginya sangat cantik, lucu, dan tentu saja pintar. Nama wanita SD itu adalah Bianca. Bianca adalah seorang wanita yang bertubuh mungil, dengan kacamata yang menunjukkan bahwa dia seorang siswi yang pintar dan memang dia siswi yang berprestasi, kulitnya putih dan wajahnya seperti bule, karena ayahnya berasal dari USA (United State of America).
Sewaktu Vava kelas 4 SD, dia sering memperhatikan Bianca yang sangat imut itu, lalu dia bertekad akan selalu menjaga Bianca sebisanya, yah namanya juga anak kecil, sok jadi pahlawan gitu dech. Tapi memang kelucuan Bianca itu membuat siswa-siswa SD tempat Vava dan Bianca menuntut ilmu itu terus menggodanya dan mengganggunya, termasuk teman Vava sendiri. Bianca sangat kesal kalau sudah diganggu, tak urung Bianca sering menangis karena selalu diganggu, kejadian ini selalu membuat Vava kesal. Vava memang tidak bisa menghajar atau memberi hukuman pada orang yang mengganggu Bianca, karena Vava bukan tipe petarung atau yang suka naik pitam. Vava selalu menghampiri Bianca disaat Bianca menangis karena dijahili.
“Bianca kenapa nangis?” ucap Vava kecil sambil memberikan sebuah Tissue kepada Bianca
Tapi Bianca terus saja menangis. Vava tidak menyerah begitu saja, dia selalu ada disamping Bianca untuk menenangkannya, dan usahanya selalu berhasil.
“Bianca jangan nangis lagi ya…” ucap Vava sambil memberikan sebuah cokelat kepada Bianca.
Bianca pun berhenti menangis, ketika Bianca berhenti menangis Vava meninggalkannya.
Suatu ketika sepulang sekolah Bianca dijahili oleh anak SMP disekolah Vava, sehingga membuat Bianca menangis. Kejahilan anak SMP ini tidak dapat diterima oleh Vava, dengan nekad Vava menghampiri mereka setelah jauh dari Bianca dan mereka pun terlibat dalam perkelahian. Walhasil yah sudah bisa ditebak, Vava kalah dengan sukses dan meninggalkan nayak darah disekitar mulutnya. Melihat Vava sudah tidak berdaya siswa-siswa SMP itupun melarikan diri.
Dengan wajah yang sudah babak belur Vava menghampiri Bianca yang masih menangis “Bianca… kamu jangan nangis lagi ya” ucap Vava sambil tersenyum dan tidak lupa dengan selembar tissue yang disodorkan kearah Bianca
Biancapun menghentikan tangisannya itu, karena menyadari bahwa cowok yang selalu menjaganya ini berdarah.
“kakak kenapa berdarah?” tanya Bianca polos
“Nggak, tadi kakak jatuh dari sepeda” ucap Vava berbohong.
Tanpa banyak bertanya, Bianca mengambil tissue yang diberikan Vava dan membersihkan darah yang berada di sekitar mulut Vava.
Akhirnya merekapun pulang bersama. Rumah Vava dan Bianca tidak terlalu jauh dari sekolah jadi mereka pulang sekolah berjalan kaki.
Berjalan seiringnya waktu mereka semakin dekat dan menjadi sahabat karib. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Dimana ada Vava disitu pasti ada Bianca, sebaliknya juga demikian dimana ada Bianca pasti disana ada Vava.
Bianca adalah sesosok wanita kecil yang ceria, baik, periang, dan pintar. Tapi akhir- akhir ini dia selalu saja murung, bahkan menangis tanpa sebab yang jelas. Vava merasa bingung dan aneh melihat tingkah-laku Bianca akhir-akhir ini.
“Bian… kamu kenapa sich kok jadi pendiem gitu?” tanya Vava dengan rasa ingin tahu
“Ga apa-apa kok, Cuma sedih aja…”
“Sedih kenapa? Ada yang jahilin kamu lagi ya?”
“Ga kok…” jawab Bianca singkat.
Melihat tingkah Bianca ya Bad Mood itu, Vava tidak patah semangat “Bian, mau es krim ga? Kita beli es krim yuk!!” ajak Vava semangat. Mendengar kata es krim, Bianca pun tersenyum, asal kalian tahu aja senyuman Bianca itu sangat manis sekali, kalau bagi Vava senyuman Bianca dapat meluluh lantakkan kemarahan, kesepian, kejenuhan, dan kebosanan dalam hidupnya dan bagi dia senyuman Bianca itu adalah segalanya. Mereka pun berjalan ke sebuah toko khusus menjual es krim, disini sangat banyak sekali jenis es krim yang enak. Bianca pun terlihat sangat senang, begitu pun Vava kecil. Setelah selesai membeli es krim, mereka berjalan menuju taman dekat rumah mereka.
“Bian, es krim kamu enak ga?”
“enak, punya kakak gmn?”
“Enak”
Mereka berdua akhirnya tersenyum. Sehabis memakan es krim, Bianca bertanya kepada Vava dengan serius’
“kata mama, kakak sama keluarga kakak mau pindah ke Jakarta ya?”
“Belum tau” jawab Vava singkat
“Terus kakak mau ninggalin aku disini sendirian?”
Sambil memandang adik kecilnya itu, Vava pun mengelus rambut pirangnya dan berkata
“Kamu ga akan sendirian, kakak akan ada terus buat kamu, walaupun kakak ga ada disamping kamu, tapi hati kakak tetap ada buat kamu”
Mendengar perkataan Vava, Bianca pun tak kuasa membendung air matanya dan dengan sukses mengucur membasahi wajahnya yang putih dan lucu itu.
“aku ga mau kakak pergi !!! aku ga mau !!!” ucap Bianca sambil terus menangis.
Vava tidak bisa berkata sepatah katapun, dia hanya memeluk Bianca dengan penuh kasih sayang, dalam hatiya Vava pun menangis, karena dia juga tidak bisa membayangkan gimana hidupnya tanpa Bianca dan tanpa senyumnya. Seperti lagu Brian Wilson (The Beach Boys) - God Only Knows. Hanya Tuhan yang tahu, seperti apa aku jadinya tanpa kamu.
Hari semakin senja dan matahari berganti dengan bulan. Vava mengantar Bianca pulang sampai didepan rumahnya lalu Vava kembali kerumahnya.
Menjelang EBTANAS (hehehe…ketahuan tuanya ya…) Vava dan Bianca jarang sekali bertemu, karena Vava sibuk belajar dirumahnya dan ditempat les, selain itu memang anak kelas 6 yang akan menghadapi ujian diberikan libur selama 1 minggu dari sekolahnya untuk belajar dirumah. Bianca sempat kecewa dengan sikap Vava yang jarang sekali menemuinya, tetapi mamanya menjelaskan dan memberikan pengertian kepada Bianca bahwa Vava memang harus berkonsentrasi pada ujiannya ini. Memang Bianca selalu menceritakan segala sesuatu yang terjadi, kepada ibunya sampai hal terkecil sekalipun. Bianca menceritakan, bagaimana Vava selalu membelanya apabila dia dijahili oleh teman-temannya, bagaimana Vava selalu menenangkannya dikala dia sedang menangis, bagaimana Vava selalu ada disampingnya apabila dia sedang sedih dan kesepian. Ibunya sangat menyukai sosok Vava yang sangat baik pada putrinya ini.
“Nanti juga Vava datang nemuin kamu kok” ucap mama Bianca dengan yakin
“Nanti kapan ma?” tanya Bianca lagi
“Yah mungkin besok atau mungkin juga lusa” jawab mama Bianca tetap yakin.
Bianca hanya bisa menghela nafasnya. Mamanya sedih melihat Bianca yang berubah menjadi pendiam. Tetapi mamanya tidak mau menghubungi Vava dan menyuruhnya datang untuk menemui putrinya itu, biarkan saja Vava datang karena kemauannya sendiri.
Sehari sebelum diadakannya EBTANAS, saat bulan baru menampakkan dirnya, Vava muncul dirumah Bianca.
“BIANCA !!!” panggil Vava dari luar rumahnya
Mendengar suara yang tidak asing lagi, Bianca dengan cepat keluar dari kamarnya dan membuka pintu rumahnya. Didepan pintu sudah berdiri Vava dengan membawakan sebuah boneka Panda yang berukuran cukup besar dan tidak lupa dengan senyuman yang paling manis. Melihat kedatangan Vava, Bianca langsung memeluk kakaknya itu.
“kakak kemana aja sich kok ga kasih kabar ke Bian?” ucap Bian tidak melepaskan pelukannya itu
“Maaf…kakak lagi sibuk sama ujian kakak” jawab Vava sambil memeluk Bianca
“Kok, Bian datang kerumah kakak, tapi kakak ga pernah ada?” tanya Bian sembari melepaskan pelukannya
“Kakak harus les setiap hari, supaya nanti kakak lulus dengan nilai yang bagus dan bisa jadi contoh buat Bianca, supaya Bian juga dapat nilai yang bagus.” Ucap Vava bijak
Mendengar ucapan Vava tadi, mama Bianca yakin bahwa Vava memang sangat saying pada putrinya ini.
“Eh ada Vava ya? Bian kok Vava ga disuruh masuk?” Ucap mama Bian ramah
“Huh, ga usah ma biarin aja diluar” ucap Bianca masih kesal
“Loh kemarin katanya kangen ma Vava, kok sekarang dibiarin diluar rumah? Nanti Vava digigit nyamuk lo” ucap mama Bianca
Karena takut Vava digigit nyamuk, akhirnya Bianca menyuruhnya masuk.
“Bian ini tanda permintaan maaf aku buat kamu” ucap Vava sambil memberikan boneka Panda yang disukai Bianca.
Dengan senyuman manisnya Bian tertawa senang, bukan karena Vava membawakan boneka Panda, tetapi karena Vava masih perhatian padanya.
“Terimakasih ya kak” jawab Bianca manis
Hati Vava senang sekali bisa melihat senyum Bianca lagi. Mama Bianca muncul sambil membawakan segelas jus untuk Vava.
“Gimana dah siap belum buat ujian besok?” tanya mama Bian ramah
“Sudah tante, sangat siap!!” jawab Vava yakin.
“Loh terus kok malem-malem malah kesini? Ada apa?”
“Ngga tante, saya cuma mau ketemu Bian…”
“Ooh gitu…kangen ya sama Bian?” tanya mama Bian usil
“Iya tante saya kangen sama Bian. Memang dalam pelajaran saya sudah sangat siap, tapi semangat saya masih sangat kurang, oleh karena itu saya datang kesini untuk bertemu dengan Bian agar saya bisa menghadapi ujian besok, karena senyum Bian merupakan semangat bagi saya.” Ucap Vava gombal
“Cie…kamu gombal banget ya…hahaha…” ucap mama Bian
Bianca juga ga tahan ketawa dan akhirnya mereka berdua tertawa mendengar perkataan Vava tadi, wajah Vava menjadi merah karena malu. Sebenarnya Vava berkata jujur.
Sepulangnya Vava dari rumah Bianca, anak itu kembali ceria lagi. Mamanya senang melihat putrinya ceria lagi, tapi ia takut kalau rencana keluarga Vava itu untuk pindah ke Jakarta itu benar-benar terjadi, ia takut anaknya akan murung lagi.
Keesokan paginya saat ayam belum berkokok, Bianca terbangun, dengan mata masih mengantuk, Bianca mengambil telepon dari kamarnya dan menelpon kerumah Vava.
“Halo, Vava nya ada?” tanya Bianca
“Iya, ada apa Bian pagi-pagi telpon?” jawab Vava yang ternyata sudah bangun dari tidurnya.
“Ngga, Bian Cuma mau bilang sukses ujiannya dan jangan lupa berdoa”
“Ok bos !!! makasih ya…”
“Yaudah good luck ya…bye…”
“Bye…”
Setiap pagi Bianca tidak lupa memberikan semangat kepada Vava, karena Vava pernah bilang bahwa suara dan senyum Bianca adalah sumber semangat dia, Bianca percaya, makanya setiap subuh, Bianca menelpon kerumah Vava untuk memberikan semangat kepada kakaknya itu.
Memang benar, setiap Bianca menelpon, semangat Vava menjadi berapi-api. Pada hari terakhir ujian Bianca tetap setia memberikan semangat kepada Vava.
“Kak pokoknya kamu harus lulus dengan nilai yang bagus ya!!!” ucap Bianca memberikan semangat.
“tenang aja de..Aku pasti bisa bikin kamu bangga!!!” jawab Vava percaya diri.
Setelah Ujian hari terakhir telah selesai, Vava langsung menuju rumah Bianca. Sesampainya disana ternyata Bianca memang sedang menunggu kedatangan Vava. Bianca tersenyum melihat Vava datang kerumahnya “ VAVA !!!” teriak Bianca semangat. Vava tersenyum melihat senyuman Bianca yang sudah tiga hari ini tidak lagi menghiasi hari-harinya.
“Gimana ujiannya bisa ga kak?” tanya Bianca sambil menghampirinya.
“Bisa donk!!!” jawab Vava ikut menghampiri Bianca.
“Lagi ngapain siang-siang diluar?” tanya Vava
“Lagi nunggu kakak datang, kan kakak dah janji bakal dating kesini kalau ujiannya udah selesai”
“Hehehe…makasih ya dah ditungguin”
“ayo kak masuk kedalam” ajak Bianca dengan mengumbar senyuman
Didalam rumah Vava bertemu dengan mamanya Bianca, “Eh ada Vava toh! Sudah makan belum?” tanya mamanya Bianca
“Kebetulan belum tante” ucap Vava jujur tanpa malu
“Yaudah makan disini aja ya, tante baru selesai masak nich!!” ajak mamanya Bianca
“Ga usah repot-repot tante, soalnya mama juga sudah masak dirumah” jawab Vava
Tanpa banyak tanya Bianca menarik tangan Vava, dan mengajaknya menuju ruang makan.
“Udah jangan nolak, pokoknya kakak harus temenin aku makan siang!!!” pinta Bianca sedikit memaksa.
Melihat Bianca begitu menginginkan dirinya untuk makan bersama, Vava tidak bisa menolak.
“Yaudah nanti kamu dirumah makan lagi aja Va, ya ga?? Tapi kamu harus makan disini dulu, tante dah siapin makanan kesukaan kamu nich” ucap mamanya Bianca ramah sekali.
“makanan kesukaan saya?” tanya Vava heran
“Iya, daging sapi pake bumbu kalasan, bener kan? Tanya mama Bianca
“Wah yang bener tante?! Wah asik-asik!!! Loh tante tau dari mana makanan kesukaan saya?” tanya Vava masih heran
Mama Bianca menjawab pertanyaan Vava dengan lirikan matanya kearah Bianca, dan Bianca pun tersenyum.
Setelah selesai makan siang, Bianca meminta Vava agar mengajaknya ke taman besok sore. Setelah mengiyakan permintaan Bianca, Vava kembali kerumahnya dan berjanji akan bertemu lagi dengan Bianca keesokan sorenya.
Malamnya seluruh anggota keluarga Vava berkumpul diruang keluarga mereka dan membicarakan tentang rencana mereka untuk pindah ke Jakarta.
“Va, kita pindah ke Jakarta besok pagi” ucap Papa
“Kok cepet banget pa?? hasil ujian aku aja belum keluar!!” jawab Vava kecewa
“Iya, tapi papa harus cepat pindah tugas ke Jakarta, karena Papa naik jabatan. Nanti disana papa akan berikan mainan yang banyak buat kamu, semua yang kamu mau akan papa berikan” Ucap papa membanggakan diri dan mengumbar janji.
“tapi aku belum mau pindah dari sini pa!!! aku ga mau pindah !!!” Vava kecewa berat sama papanya.
“Pokoknya kita pindah besok pagi, titik!!!” jawab papa dengan sedikit emosi.
Vava langsung berlari menuju kamarnya. Didalam kamar dia bingung sekali, apa yang harus ia katakana kepada Bianca. Dia belum mengucapkan salam perpisahan sekalipun pada Bianca, malah dia trelah berjanji pada Bianca untuk mengajaknya pergi ketaman dan makan es krim bersama. Tanpa disadari air mata Vava tumpah begitu saja membasahi pipinya. Waktu sudah menunjukkan jam 3 pagi, tapi Vava masih saja belum tidur, didalam benaknya dia memikirkan Bianca.
Banayak pertanyaan yang melintas dibenak Vava, tanpa ada jawabnya. Dia tidak kuat mengucapkan kata perpisahan pada Bianca yang merupakan teman, sahabat, dan juga adik yang selama ini selalu menghiasi hari-harinya.
Waktu terus berjalan, hingga tiba waktunya untuk mereka harus pindah ke Jakarta, kota yang sangat tidak disukainya karena telah memisahkan dirinya dengan Bianca.
“Vava, ayo kita berangkat” ajak kakak perempuannya yang bernama Vanesha
Vava tidak menjawab dan tidak membantah, pikirannya kosong, wajahnya suntuk, kelihatan sekali kaluau ia tidak tidur semalaman.
“Kamu kenapa?? Kamu ga tidur ya?” tanya Vanesha khawatir
“aku engga apa-apa kok kak” jawab Vava lemas
Vava masih saja memikirkan Bianca. Dalam benaknya terlintas kenangan-kenangan indah mereka, mulai dari Bianca yang sering dijahili oleh teman-teman SD hingga menangis, kenangan melihat senyumnya, kenangan berjalan di taman sambil makan es krim, sampai kenangan buruk Vava dikeroyok oleh anak SMP demi membela Bianca. Yah banyak sekali kenangan-kenangan yang ga bisa dilupaiin sama Vava. Air matanya terus mengalir membasahi wajahnya. Memang perpisahaan itu sangat tidak mengenakkan sekali.
Sesampainya di Jakarta, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, waktu dimana ia berjanji akan datang kerumah Bianca untuk mengajaknya berjalan-jalan di taman.
Dilain sisi, Bianca menunggu Vava dengan perasaan yang sangat senang, belum pernah ia segembira ini. Bianca menunggu Vava didepan rumahnya.
“kamu mau kemana nak?” tanya ibunya
“Mau jalan-jalan ke taman sama Vava, ma” jawab Bianca gembira
Mamanya bingung bagaimana mengatakan kepada Bianca, bahwa sebenarnya Vava sudah pindah ke Jakarta sejak pagi tadi.
“Ke taman sama mama aja yuk, mau ga?? Kita kan dah lama ga ke taman sma-sama” ajak mamanya mengalihkan perhatiannya.
“Ngga ah jangan sekarang, kalau sekarang Bian dah janji sama Vava mau ke taman sama-sama” jawab Bianca tetap dengan gembira
Mamanya tidak tega melihat putrinya itu. Tapi mamanya juga tidak bisa menyalahkan Vava, karena memang dia tidak bisa disalahkan
Mamanya yakin kalau putrinya tahu bahwa Vava sudah meninggalkan kota ini dan pindah ke Jakarta tanpa pamitan terlebih dahulu dengan Bianca, pasti putrinya ini akan sangat sedih.
Setengah jam berlalu Bianca masih menunggu Vava dengan setia didepan rumahnya ditemani mamanya.
“Ma, Vava mana ya??ga biasanya dia bohong sama Bian…” tanya  Bianca sedikit kecewa.
Akhirnya mamanya pun memeluk putrinya “Vava dan keluarganya sudah berangkat ke Jakarta sejak pagi tadi nak…” ucap mamanya dengan pelan
Sesaat Bianca langsung meneteskan air matanya, hal yang paling ia takuti, akhirnya terjadi juga. Bianca memang gampang sekali menangis, dan setiap kali ia menangis pasti selalu saja ada Vava yang menghiburnya, dan sekarang tidak ada lagi sosok Vava yang akan menghiburnya dikala ia menangis atau membelanya ketika teman-teman lain menjahilinya disekolah. Bianca tidak bisa berkata-kata, dia hanya menangis dan masuk kedalam kamarnya. Melihat kejadian itu mamanya sangat khawatir sekali. Mamanya hanya berharap Vava menghubungi Bianca melalui telepon.
Vava masih bersedih dikamarnya. Memang dari segi fasilitas sangat berbeda dengan rumahnya yang dulu. Disini dia lebih dimanja dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan orangtuanya, tapi semua fasilitas ini tidak bisa membuatnya tersenyum. Sekarang yang bisa membuat dia tersenyum hanya senyuman dan gelak tawa Bianca. Dia serasa mati ditengah gemerlap fasilitas yang diberikan orangtuanya.
Keesokan sorenya Vava memberanikan diri untuk menelpon kerumah Bianca untuk meminta maaf kepada Bianca dan mamanya karena telah pergi tanpa berpamitann.
“Halo…Biancanya ada?” tanya Vava
“Dari siapa?” tanya mama Bianca
“Vava, tante” jawab Vava cemas
“Ooh Vava..sebentar ya tante panggil dulu…” ucap mamanya Bianca masih tetap ramah.
“Bianca ga mau ngomong Va, mungkin dia masih kecewa sama kamu..”
“Oh gitu ya tante…yaudah deh salam aja sama dia tante, besok saya telpon lagi”
“Yasudah jaga diri kamu ya Va…”
“terimakasih tante”
Setelah mengangkat telpon dari Vava, mamanya Bianca menghampiri Bianca yang masih terus mengurung diri dikamarnya.
“Bianca, mama boleh masuk ga?” tanya mamanya
“aku lagi mau sendiri ma” jawab Bianca seperti menahan tangisnya.
“tadi Vava nelpon kenapa ga kamu jawab?” tanya mamanya lagi
“Aku lagi males aja ma” jawab Bianca terisak-isak
“Yasudah kalau begitu”
Lalu mamanya pergi meninggalkan kamar Bianca. Sebenarnya Bianca ingin sekali menjawab telpon dari Vava dan menanyakan kepada Vava, kenapa dia pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu kepadanya.
Keesokan sorenya, Vava menelpon kerumah Bianca lagi, kebetulan yang mengangkat telpon itu adalah Bianca
“Halo selamat sore, Bianca ada?” tanya Vava
“Ngga ada!!!” jawab Bianca sambil menutup telponnya
Vava tahu bahwa yang mengangkat telpon tadi adalah Bianca, dan dia tahu bahwa Bianca masih sangat marah kepadanya. Maka dari itu Vava memutuskan untuk menelpon sekali lagi.
“Halo selamat sore…”
Tiba-tiba sambungan telpon terputus, karena Bianca langsung menutup telponnya. Vava sedih sekali melihat kejadian ini. Dia memutuskan untuk memberikan waktu kepada Bianca untuk meredakan amarahnya.
Satu minggu telah berlalu semenjak Vava meninggalkan kota Bandung dan tentunya juga meninggalkan Bianca. Keadaan Bianca sudah mulai membaik, walaupun masih sering mengurung diri dikamarnya. Dilain sisi Vava sudah memulai kehidupannya di Jakarta, dia masuk SMP favorit di Jakarta. Vava mempunyai banyak sekali teman disekolah barunya, teman-teman disekolahnya sangat baik dan ramah. Tapi Vava tetap saja masih merasa sendiri, seperti yang juga dirasakan oleh Bianca.
Bianca sekarang sudah kelas 6 SD, namun masih saja banyak yang menjahilinya, sebenarnya teman-temannya bukan jahat kepada dirinya, tetapi memang Bianca seorang gadis yang lucu, jadi mereka senang seklai menggodanya, bahkan hingga menangis. Setiap kali Bianca dijahili dan menangis, dia selalu ingat pada Vava yang selalu menghiburnya dan selalu membuatnya tersenyum. Memang sosok Vava tidak dapat tergantikan oleh siapapun juga di hati Bianca, tidak akan pernah.
Sore harinya Bianca berjalan seorang diri di taman dekat rumahnya dan melakukan hal yang biasa dirinya dan Vava lakukan. Bianca sangat ingin bertemu dengan Vava walaupun hanya satu menit saja. Begitu juga Vava, dia sering juga mengurung dirinya dikamar, memikirkan Bianca. Lalu Vava mengambil gagang telpon dikamarnya dan menelpon kerumah Bianca untuk sekedar menanyakan kabarnya, walaupun hanya melalui asisten rumah tangganya (pembantu).
“selamat sore, Bianca ada?” Tanya Vava
“wah Bian lagi pergi ke taman, dari siapa ya?” tanya mamaya Bianca
“Ini Vava, tante. Masih lama pulangnya tante?” tanya Vava
“wah tante kurang tahu, tapi nanti kamu coba telpon aja satu jam lagi, mungkin dia sudah pulang”
“Oiya tante nanti saya telpon lagi dech, terima kasih tante”
Dengan rasa kecewa Vava menutup telponnya. Sambil menunggu waktu berjalan, Vava pun melihat-lihat kembali foto-foto yang mereka buat pada saat mereka masih bersama, dan pikiran Vava melayang-layang, kembali ke masa itu. Mengingat senyuman, tangisan, dan gelak tawa Bianca membuat Vava tersenyum. Tanpa sadar waktu sudah mulai senja, Vava kembali mengangkat telponnya dan kembali menghubungi Bianca.
“Halo selamat malam, Bianca ada?” tanya Vava berharap
“Tunggu ya Va, tante panggil dulu” jawab tante dengan ramah
“terima kasih tante”
Mamanya Bianca menghampiri Bianca yang sedang menonton televisi. “Bian, tuh ada telpon untuk kamu” ucap mama
“dari siapa maa?” tanya Bianca
“dari temen kamu, ga tahu namanya siapa” jawab mama merahasiakan si penelpon
Lalu Bianca menjawab telponnya “ Halo, siapa nich?” tanya Bianca.
“Bian, kamu apa kabar?” tanya Vava
Mendengar suara Vava, telpon pun langsung ditutup oleh Bianca. Mamanya heran melihat kelakuan putrinya itu.
“Loh kenapa kamu tutup telponnya?” tanya mama
“Itu kan Vava, aku males ngomong sama dia lagi, dia dah jahatin aku!!!” jawab Bianca masih marah
“jangan gitu dong Bian, Vava pasti kangen banget sama kamu, dia selalu nelpon kamu setiap hari untuk menanyakan keadaan kamu.” Ucap mama
“biar aja…” jawab Bianca singkat sambil langsung mengganti siaran televisi.
Vava sangat kecewa dengan sikap Bian, tapi Vava juga menyadari semuanya adalah kesalahannya sendiri.
Sejalan seiringnya waktu Vava mulai larut dalam kesibukannya didalam maupun diluar sekolah, begitu juga Bianca, yah tujuannya untuk melupakan kesedihan mereka. Walaupun mereka masih tergolong anak-anak, tetapi perpisahaan adalah hal yang paling tidak mengenakkan di dunia ini.


Kamis, 06 Januari 2011

Senyuman Maut

“Dia biasa aja kok”
“Iya… dia biasa aja kok. Sama sekali ngga cantik”
“Argh!!! Elo mah kambing dibedakin juga lo doyan!!!”

Hampir semua sahabat-sahabatnya berkata begitu, tapi Rigo hanya terdiam mendengar pendapat-pendapat itu, baginya semua orang berhak untuk berpendapat sesuai dengan apa yang ingin diutarakan, bukan hanya sekedar menyenangkan hati semata.

Gw ngga peduli apa kata orang tentang dia… bagi gw dia bidadari, bagi gw dia tetap yang tercantik. Ucap Rigo dalam hatinya.

Rigo juga punya pendapat lain tentang sosok perempuan yang kini ada dihati dan pikirannya itu. Sesosok gadis yang berwajah oriental yang kini telah menyita sebagian besar pikirannya dan sebagian besar waktunya untuk sekedar membayangkannya atau membuat sebuah lagu yang terindah untuk perempuan itu.
Rigo memang mempunyai beberapa kriteria yang sangat diimpikannya, walaupun dia tidak konsisten.

“Go… lo suka perempuan yang kaya gimana?”
“Gw suka yang oriental gitu”
“Emang kenapa dengan perempuan yang berwajah oriental?”
“Gw ngga punya alasan untuk itu, gw cuma suka aja”

Oke itu hal yang paling penting bagi Rigo. Entah mengapa dia begitu menyukai perempuan berwajah oriental, dan entah kapan dia mulai meyukai perempuan berwajah oriental. Oleh karena itu kini dia begitu menyukai Sheila. Sheila yang berwajah oriental dengan kulit tubuh dan wajahnya yang putih. Bila dilihat dia sesosok perempuan yang tidak banyak bicara, namun ketika kita mengenalnya maka kita akan tau kalau dia sebenarnya gadis yang penuh senyum dan tawa. Senyum yang dapat membuat Rigo tidak berdaya, senyum yang membuat Rigo membayangkannya setiap saat, senyum yang dapat membuat Rigo melupakan semua gebetan-gebetannya, senyum yang dapat membuat Rigo tidak dapat menghilangkan bayangan wajahnya dari benaknya, senyum yang membuat Rigo juga tersenyum.

Senyum…hanya senyum…

Kini Sheila sudah pergi dari hadapannya, tapi senyum dan tawanya masih melekat dalam benaknya, semuanya tidak ada yang hilang sedikitpun.
Banyak hal yang telah terjadi dalam waktu mungkin hanya 25 menit. Peristiwa yang baginya sangat menyenangkan, dan mungkin juga bagi Sheila.
Walaupun Rigo tahu “benda” itu tidak akan selalu melingkari pergelangan tangan Sheila, namun Setidaknya ada yang akan membuatnya membayangkan wajah Rigo, walaupun hanya sesaat…